menu melayang

Kamis, 16 Juni 2022

Berbau Politis ? Kisah Kiswah ka'bah

 

fiqih haji dan umrah ppt

Kiswah atau kain hitam yang menyelimuti Ka’bah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan itu tidak hanya dari segi macam kain dan warna kiswah saja, tapi juga dari segi siapa yang ‘bertanggung jawab’ untuk menyediakannya, ornamen-ornamen yang menghiasinya, dan waktu pergantiannya.   Hingga alhasil kesudahannya seperti dikala ini, di mana kain kiswah Ka’bah yakni sutra hitam, diprodukis oleh sebuah pabrik khusus-yang didirikan oleh otoritas Arab Saudi, dan diganti dengan kain baru setahun sekali-setia tanggal 9 Dzulhijjah.

Ada banyak anggapan mengenai siapa yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kiswah, mulai dari Nabi Ismail AS hingga Adnan bin Udd-buyut Nabi Muhammad. Kendati demikian, catatan sejarah yang valid menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menyelimuti Ka’bah dengan kain ialah Raja Dinasti Himyariyah Yaman, Abu Karb As’ad. Mengutip Ali Husni al-Kharbutli dalam Sejarah Ka’bah (2013), suatu ketika As’ad berimajinasi bahwa dirinya menutupi Ka’bah dengan kain. Lalu, ia kemudian menunaikan mimpinya itu ketika melintasi Makkah sesudah dirinya pulang dari sebuah peperangan di Yatsrib pada 220 sebelum Hijriyah. Pada mulanya, As’ad menutup Ka’bah dengan kulit dan kain kasar (khasf).   Riwayat lain mengatakan bahwa saat itu As’ad menutupi Ka’bah dengan daun kurma dan melapisinya dengan bunga Ma’afir yang seperti itu wangi. Namun sebab kuatir kiswah tersebut akan membebani bangunan Ka’bah, maka dia menggantinya dengan kain yang dijahit dari Yaman (al-mala wal washa’il).  Pada tahun-tahun berikutnya, orang-orang berbondong-bondong menghadiahi Ka’bah dengan kain. Dari kain itu kiswah Ka’bah diambil. Kalau satu kain rusak, maka diganti dengan yang lainnya. Mereka menganggap, memasang kiswah sebagai tugas agama dan kehormatan besar.

Kebijakan berhubungan kiswah Ka’bah berubah saat Qushay bin Kilab, buyut Nabi Muhammad, memimpin. Qushay meminta setiap suku sejumlah uang untuk membeli kiswah Ka’bah setiap tahunnya. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan oleh anak-cucunya.  Adapun orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain berbahan sutra yaitu Khalid bin Ja’far bin Kilab. Sementara Natilah binti Janab, ibunda Abbas bin Abdul Muthalib, mengutip Muhammad Abdul Hamid al-Syarqawi dan Muhammad Raja’I ath-Thahlawi dalam Ka’bah: Rahasia Kiblat Dunia (2009), yaitu perempuan pertama yang membuat dan menyelimuti Ka’bah dengan sutra. Saat itu, Abbas tersesat dan Natilah bernazar jika buah hatinya diketemukan karenanya dia akan menutup Ka’bah dengan sutra.

Nabi Muhammad yakni orang pertama yang menutupi Ka’bah dengan qabhati (kain putih yang dihasilkan di Mesir). Saat Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah), Nabi Muhammad konsisten mempertahankan kiswah lama yang dipakai pada zaman Jahiliyah.   Hingga seorang wanita membakarnya ketika mencoba mengharuminya dengan dupa. Maka sesudah itu Ka’bah ditutup dengan kain dari Yaman bergaris putih dan merah (burud). Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Ustaman bin Affan menyelimuti Ka’bah dengan kain putih, dan Abdullah bin Zubair menutupnya dengan brokat merah. 

Pada era Dinasti Umayyah, kain kiswah yang baru diletakkan di atas kain yang lama sehingga menumpuk. Praktik semacam ini terus berlangsung sampai periode Khalifah al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah. Sebab khawatir kain-kain hal yang demikian akan membebani bangunan Ka’bah, al-Mahdi kemudian memerintahkan untuk melepaskan kain-kain kiswah yang lama dan menggantikannya dengan yang baru tiap tahunnya.  Kebijakan seputar kiswah Ka’bah berubah lagi ketika al-Makmun dari Dinasti Abbasiyah memimpin. Berbeda dengaan sebelum-sebelumnya, dia mengganti kiswah Ka’bah tiga kali selama satu tahun dengan ragam kain dan warna yang berbeda; sutra merah pada hari tarwiyah, kain qabathi pada permulaan Rajab, dan sutra putih pada hari ke-27 Ramadhan.   

Khalifah al-Nassir dari Dinasti Abbasiyah pernah merubah warna kain kiswah menjadi hijau.  Tetapi pada masa-masa akhir, khalifah Dinasti Abbasiyah memilih sutra berwarna hitam sebagai kiswah sebab itu awet dan tahan lama. Sementara itu, Sultan Dinasti Seljuk pernah  Pembuatan dan penggantian kiswah kemudian dilaksanakan oleh penguasa Mesir, setelah Dinasti Abbasiyah mulai melemah. Hakekatnya Mesir mendapatkan kehormatan untuk membikin kiswah sejak Khalifah Umar bin Khattab. Selama menjadi khalifah, Umar bin Khattab setiap tahun mengirim surat kepada Gubernur Mesir untuk membuat kiswah Ka’bah qabathi. 

Seiring dengan berpindah-pindahnya ibu kota Mesir, maka daerah pembuatan kiswah malahan semakin bertambah. Ada Kota Fayum, Tanis, dan Kairo (distrik Kharnafasy). Seorang Khalifah Dinasti Fatimiyyah Mesir, al-Muiz li Dinilillah, pada 362 H (972 M) memerintahkan untuk mendirikan tempat khusus pembuatan kiswah di distrik Kharnafasy, Kairo. Ia mau kiswah yang dijadikan lebih bagus dari yang sebelum-sebelumnya. Maka kiswah itu kemudian diciptakan dari sutra merah selebar 144 jengkal, 12 pita emas setiap sisinya, dan masing-masing pita dihiasi hiasan buah utrujah dari emas dan 50 permata sebesar telur burung dara.   Ditambah, permata-permata mahal, minyak wangi kasturi, dan artikel kaligrafi ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan haji. Biaya yang dikeluarkan untuk membikin kiswah cukup besar. Pada permulaan abad 20 saja, anggaran pembuatan kiswah menempuh 4.550 pound.  Kiswah yang sudah jadi itu lalu diserahkan terhadap Bani Syaibah, yang bertanggungjawab kepada pengurusan Ka’bah. 

Bani Syaibah kemudian memasangkan kain kiswah yang baru ke Ka’bah dan menjual kain kiswah yang lama terhadap jamaah haji sebagai berkah. Melainkan dikemudian hari, hal itu tak diperbolehkan lagi oleh otoritas Saudi karena dianggap syirik. Karena itu, walhasil kain kiswah yang lama disimpan di museum. Pada 1924, suplai kiswah Ka’bah dari Mesir dihentikan. Raja Abdul Aziz dari Dinasti Saud mengambil alih pembuatan kiswah. Menurut Zainurrofieq dalam The Power of Ka’bah: Mengungkap Keagungan Baitullah (2016), Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk membangun pabrik pembuatan kiswah di Ajyad-sebuah daerah dekat Masjidil Haram. Di sinilah kiswa pertama di era Kerajaan Saudi diproduksi di Makkah, ialah pada 1926. 

Produksi kiswah kemudian dipindah ke Umm al-Joud.  Pada 1935, pemerintah Mesir dan Arab Saudi membikin perjanjian terkait dengan produksi kiswah. Semenjak saat itu sampai 1963, produksi Ka’bah dijalankan di Mesir. Baru setelahnya, Arab Saudi membangun kembali pabrik kiswahnya. Pada 1972, Fahd bin Abdul Aziz-yang dikala itu menduduki posisi Wakil Ketua Majelis Kabinet dan Menteri Dalam Negeri Saudi di pemerintahan Raja Faisal- meletakkan batu pertama pabrik kiswah di pinggiran Kota Makkah.   Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektare itu disahkan pada 1977 atau masa pemerintahan Raja Khalid. Lebih dari 240 orang dipekerjakan di pabrik kiswah ini. 

Berbeda dengan pabrik kiswah era Raja Abdul Aziz, pabrik yang dibangun Fahd ini dilengkapi dengan perlengkapan canggih dan modern. Tak cuma kiswah, di pabrik ini juga tirai komponen dalam Ka’bah dan kamar Nabi Muhammad diproduksi hingga hari ini. Kiswah Ka’bah membutuhkan 670 kilogram sutra berwarna hitam, 120 kilogram benang emas, dan 100 kilogram benang perak. Pada kain hitam hal yang demikian dijahit ayat-ayat Al-Qur’an-yang berhubungan dengan haji- dan ornamen atau hiasan dengan benang berlapiskan emas. Ornamen atau hiasan dalam Ka’bah itu tidaklah bersifat permanen. Dia bisa diganti dengan memperhatikan hal-hal yang lebih baik. Adapun dana yang dipakai untuk membuat kiswah menempuh 17 juta riyal atau berimbang dengan 66,3 miliar rupiah, dan itu telah termasuk dengan upah pengrajinnya.  

Soal warna kiswah Ka’bah Direktur Sentra Sejarah Makkah, Fawaz al-Dahas, menyebut bahwa faktor keuangan (financial means) lah menyebabkan kenapa warna kiswah Ka’bah berbeda-beda setiap eranya. Menurutnya, qabathi dari Mesir adalah salah satu kain terbaik yang digunakan untuk menutupi Ka’bah. Itu juga dengan Kiswa Yamani. “Ka’bah pernah ditutup dengan kain berwarna putih, merah, dan hitam. Pemilihan warga hal yang demikian berdasarkan pada faktor keuangan pada tiap-tiap era,” kata al-Dahas, kata al-Dahas, dikutip dari laman Arab News, Kamis (23/7). Kain berwarna putih yaitu warga yang paling jelas yang digunakan untuk menyelimuti Ka’bah. Kelemahan kain warga putih adalah tak awet, sering sobek dan kotor ketika para jamaah merabanya. Kiswah putih hal yang demikian kemudian diganti dengan brokat hitam-putih dan Shimla.  “Dahulu kiswah diganti tiap kali ada kain yang tersedia. Telah ini terjadi pada era Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah,” lanjutnya. 

Sungguh luar biasa, semoga suatu ketika nanti kita bisa mengunjungi Baitullah dan bisa mengamati langsung Ka'bah disana. Aamiin

Bagi yang  Rindu Ke Baitullah dapat umroh bersama kami, Lihat INFO dan PROMONYA DISINI

fungsi ibadah haji dan umrah ditinjau dari aspek sosial adalah,gambar haji dan umrah,gambar pelaksanaan haji dan umrah,gambar tentang haji dan umrah,soal pilihan ganda haji dan umroh,haji dan umrah hukumnya,haji dan umrah hanya boleh dilakukan di kota,hikmah haji dan umroh,rukun haji dan umrah hampir sama perbedaannya terletak pada,rukun haji dan umrah harus dilaksanakan dengan

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel

Label